KARANG TARUNA

http://hanif40.blogspot.com/

October 30, 2011

KRISIS PANGAN


RAMALAN KELOMPOK ROMA:

KRISIS PANGAN MELANDA ASIA SELATAN DAN AFRIKA TERBUKTI



Kelompok Roma dengan laporannya yang spektakuler: "The Limits to Grwoth", yang mensintesiskan planet Bumi akan hancur karena tidak mampu mendukung kehidupan manusai yang berkembang secara eksponensial pada abad mendatang. Dan tesis ini kemudian direvisi dengan membagi dunia menjadi 10 region, menyatakan bahwa region Afrika dan Asia Selatan bila keadaan terus berlangsung seperti sekarang (saat laporan ditulis. 1975) kedua region itu akan kekurangan pangan dan energi. Namun keadaan
itu sudah nyata pada akhir milinium ke-2 ini, disebabkan oleh faktor krisis ekonomi yang melanda dunia. Di Afrika dapat dicatat bahwa kelaparan melanda Ethiopia dan Eritria, Somalia, lebih disebabkan oleh krisis perang yang terus-menerus. Di Asia Selatan tampak nyata di India dan Indonesia. Di India (penduduknya telah mencapai satu milyar dalam bulan Mei 2000) kelaparan melanda akibat bencana kekeringan. Di Indonesia keadaan itu lebih disebabkan oleh krisis ekonomi, di amana penganguran akibat PHK terjadi di mana-mana, akibatnya banyak anak dan bayi kekurangnan gizi. Kompas mencatatnya
            Hampir dua abad sudah berlalu sejak Malthus menerbitkan risalahnya yang terkenal, di dalamnya diperdebatkan bahwa penduduk cenderung tumbuh menurut deret ukur, sementara produksi pangan tumbuh menurut derethitung. Malthus tentu salah,  dalam arti tidak disangka bahwa teknologi mampu meningkatkan produktivitas tanah amat luar biasa. Sebaliknya Malthus benar ketika mengantipasi kesulitan dalam memperluas produksi pangan secepat pertumbuhan penduduk. Saat ini kelaparan menjadi perjuangan bagi pemerintah di banyak negara berkembang (miskin).
            Ethiopia sudah sejak lama pemerintahnya berjuang mengatasi kelaparan. Selama tahun 1984-1985 Ethiopia pernah dilanda bencana kelaparan, yang mengakibatkan sekitar 800.000 orang tewas. Pada saat ini bencana yang sama melanda Ethiopia. Kota Gode salah satu kota di Ethiopia,  selama tiga bulan terakhir menjadi kota paling memilukan. Setiap hari puluhan ribu pengungsi berdatangan. Para pengungsi tiba di Gode setelah menempuh perjalanan berhari-hari dalam keadaan lapar, sakit dan kelelahan. Kota yang dikenal dengan Pusat Rehabilitasi Gizi terbesar di Ethiopia, sekarang menjadi tumpuan hidup terakhir pengungsi di tengah meluasnya bencana kelaparan. Sangat ironis jumlah pengungsi yang membutuhkan bantuan jauh lebih besar dibanding dengan bantuan pangan yang tersedia. Di kota ini setiap hari lebih dari lima anak meninggal karena kurang gizi, infeksi saluran pernapasan, radang paru-paru dan TBC[1].
            Hal yang hampir sama terjadi di Indonesia, negeri tercinta, sebuah negara tropis yang kaya dan subur, namun pemerintahannya paling korup di dunia. Negara yang pernah dijuluki macan Asia dan presidennya pada tahun 1984 pernah berpidato, mewakili negara berkembang lainnya, pada peringatan Hari Pangan sedunia yang diselenggarakan Badan Pangan Dunia (FAO) di Roma, karena prestasinya dalam berswasembada pangan.
            Stephen J. Woodhouse, Kepala Perwakilan Unicef untuk Indonesia dan Malaysia, mengatakan, bahwa setiap tahun di Indonesia lahir sebanyak 700.000 bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), akibat kekurangan gizi sejak dalam kandungan. Ini artinya setiap hari ada 2.000 bayi bergizi kurang atau buruk yang lahir, atau sekitar 100 bayi per jamnya[2]. Masalah ini jika tidak segera ditangani dengan memperhatikan kondisi kaum ibu yang sedang hamil, maka dikhawatirkan akan makin banyak anak Indonesia yang terhambat tumbuh kembangnya dan kurang cerdas.
            Kalau penyebab utama kelaparan yang sudah berlangsung bertahun-tahun di Ethiopia adalah perang berkepanjangan dengan tetangganya Eritrea dan bencana kekeringan, di Indonesia yang menjadi kambing hitam adalah krisis ekonomi yang berkepanjangan pada akhir milenium kedua ini. Pada waktu sebelum krisis ekonomi belum pernah ada laporan kasus BBLR ini, namun belum tentu demikian, karena pada pemerintahan waktu itu orang segan berkata tentang ketidakberhasilan pemerintah.
            Terlepas dari penyebab dan alasan tersebut, pemerintah Indonesia yang baru mengakuinya bahwa, "Jumlah penduduk miskin makin membengkak, dan derajat kesehatan masyarakat juga menurun drastis. Gejala itu bahkan menguat dengan terdapatnya indikasi kasus-kasus kurang gizi di kalangan kelompok penduduk usia bawah lima tahun, yang dapat mengakibatkan timbulnya generasi yang kualitas fisik dan inteleknya rendah"[3].
            Dari kedua kasus yang terjadi di dua negara yang jauh berbeda kalau ditelururi penyebab utamanya adalah sama yaitu kebijakan politik pemerintah yang kurang benar. Pemerintahan masa lalu Indonesia yang otokratris, menjadikan kebijakan yang sebenarnya salah tidak ada yang berani mengritik dan menghentikannya. Birokrat cenderung melaporkan hal-hal positif saja pada birokrat di atasnya begitu seterusnya sampai ke presiden, sehingga kebijakan yang diambil sang presiden kurang tepat.
            Akhirnya kedua kasus ini membuktikan bahwa ramalan Kelompok Roma tentang terjadinya kehancuran region-region (terutama di negara ketiga) menjadi kenyataan. Salah satu ramalan Kelompok Roma pada laporannya yang kedua (Mankind at The Turning Point) adalah: region Asia Selatan dan Tenggara, di mana Indonesia termasuk di dalamnya, keadaannya akan menjadi sangat buruk dan penderitaaan manusia akan sangat menyedihkan, kalau tidak diambil langkah-langkah masalah interaksi kependudukan, pangan, dan energi untuk memperbaikinya dari saat itu (1974)[4]. Dengan pemerintahan yang baru, yang demokratis, masih ada secercah harapan untuk memperbaikinya, menuju Indonesia yang berjaya.
DaftAR BACAAN
Meadows, Donella H. et al. 1980. Batas-batas Pertumbuhan (The Limits to Growth) Jakarta: PT Gramedia
1.      Daldjoeni, N., 1987. Pokok-pokok Geografi Manusia. Bandung: Alumni. Bab 4, halaman 35-45.
2.      Robinson, Harry. 1981. Population and Resources: Fokal Problems in Geography. London: The MacMillan Press Ltd Bab 3 -4



[1]Kompas, "Ethiopia dan Ladang Pemakaman", 4 Mei 2000, p. 3. 
[2]Kompas, "Setiap Jam Lahir 100 Bayi BBLR", 13 Mei 2000, p. 10.
[3]GBHN (Tap No. IV/MPR/1999), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), p. 57. 
[4]Mesarovic, Mihajlo & Eduard Pestel, Mankind at the Turning Point (New York: Reader's Digest Press), p. 75.

0 comments: